DAUBERT CRITERIA

head_pic1Disertasi yang ditulis oleh Diomaris E. Jurecka dalam syarat mengambil gelar doktornya,  tentang “Competence to Stand Trial: Special Challenges for the Population Diagnosed With Intellectual Disabilities and Borderline Intellectual Functioning” dituliskan,  Kriteria Daubert secara eksplisit mensyaratkan bahwa bukti empiris yang mengandung pengujian, mesti dapat diterima oleh sebagian besar komunitas pada bidang ilmiah yang sama, yang diterbitkan dalam jurnal artikel dan memiliki pengetahuan kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi. Standar Daubert telah dimodifikasi dan di perjelas pada tahun 1999 di KUMHO TIRE Company V Patrik Carmichael . Kasus KUMOHO membuka pintu gerbang konsep peradilan bukti validitas secara ilmiah dan diperluas dengan mencakup observasi dan pengetahuan yang diperoleh melalui keterampilan. Standar ini didasarkan pada peraturan Bukti Federal yang mencakup “ilmiah, teknis atau pengetahuan khusus lain”

Standar Daubert menyediakan aturan bukti mengenai diterima nya kesaksian ahli saksi. Dalam  standar Daubert terdapat trilogi  yang menjadi acuan kasus di Mahkamah Agung Amerika Serikat yang mengartikulasikan standard Daubert, bahwa Peraturan 702 dari Federal Rules of Evidencetidak memasukkan Frye test "penerimaan umum" sebagai dasar untuk menilai diterima nya kesaksian ahli ilmiah, tetapi bahwa aturan menggabungkan kehandalan fleksibel standar sebaliknya;

General Electric Co ay Joiner, [1] yang menyatakan bahwa seorang hakim pengadilan distrik mungkin mengecualikan kesaksian ahli ketika ada kesenjangan antara bukti yang dibutuhkan oleh seorang ahli dan kesimpulan, dan bahwa standar penyalahgunaan-of-kebijaksanaan review adalah standar yang tepat untuk pengadilan banding untuk digunakan dalam meninjau keputusan sidang pengadilan tentang apakah harus mengakui kesaksian ahli;

Kumho Tire Co v Carmichael, [2] yang diselenggarakan pada tahun 1999 bahwa fungsi penjaga gerbang hakim diidentifikasi dalam Daubert berlaku untuk semua kesaksian ahli, termasuk yang non-ilmiah.

Sumber:

  • En.wikipedia.org/wik/daubert_standart
  • Diomaris E. Jurecska, (2010).  Competence to Stand Trial: Special Challenges for the Population Diagnosed With Intellectual Disabilities and Borderline Intellectual Functioning. (Disertasi). Newberg, Oregon, Graduate Department of Clinical Psychology George Fox University
Blogger Labels: Daubert,Criteria Daubert,Kriteria Daubert,KUMHO,Patrik,Carmichael,Bukti Digital,Evidence

1 comment :

Post a Comment

Leave A Comment...

Integritas Data , Ontologies dan Chain OF Custody pada Barang Bukti Digital

ChainCustodyAgarwal & Gupta (2011), Forensika digital adalah penggunaan ilmu dan metode untuk menemukan, mengumpulkan, mengamankan, menganalisis, menginterpretasi dan mempresentasikan barang bukti digital yang terkait dengan kasus yang terjadi untuk kepentingan rekonstruksi kejadian serta keabsahan proses keadilan.

Faktor penting dalam forensika digital adalah Barang bukti. Menurut Turner (2005), Barang Bukti adalah information stored or transmitted in binary form that may be relied upon in court. Menurut Matthew Braid dalam (Richter & Kuntze, 2010), agar setiap barang bukti dapat digunakan dan mendukung proses hukum, maka harus memenuhi lima kriteria yaitu : admissible, authentic, complete, reliable dan believable. Sementara Schatz (2007) menyebutkan dua aspek dasar untuk kriteria lain agar barang bukti dapat mendukung proses hukum, yaitu aspek hukum dengan kriteria: authentic, accurate, complete, serta aspek teknis dengan kriteria : chain of evidence, transparent, explainable, accurate. Berbeda dengan barang bukti fisik pada umumnya, barang bukti digital akan sangat bergantung dari proses interpretasi terhadap kontennya.

Keberadaan barang bukti digital sangat penting dalam investigasi kasus-kasus computer crime maupun computer-related crime, karena dengan barang bukti inilah investigator dan forensic analyst dapat mengungkap kasus-kasus tersebut dengan kronologis yang lengkap, untuk kemudian melacak keberadaan pelaku dan menangkapnya. 

  •  Barang bukti elektronik, yang bersifat fisik dan dapat dikenali secara visual, seperti computer PC, laptop/notebook, netbook, tablet, Handphone, smartphone, Flashdisk dll.
  • Barang bukti digital, yang diekstrak atau di-recover dari barang bukti elektronik, seperti logical file, delete file, lost file, log file, User ID dan password, SMS (Short Message Service), dll.

Karena itu, integritas dari barang bukti serta kemampuan dari expert dalam menginterpretasikannya akan berpengaruh terhadap pemilahan dokumen-dokumen digital yang tersedia untuk dijadikan sebagai barang bukti (Schatz, 2007). Aspek penting dalam penanganan barang bukti adalah apa yang disebut dengan chain of custody, yaitu kronologis pendokumentasian barang bukti.

Konsep ini juga tertuang pada empat prinsip barang bukti digital berbasis Komputer, oleh Association of Chief Police Officers’ (ACPO).

Four principles are involved:

Principle 1: No action taken by law enforcement agencies or their agents should change data held on a computer or storage media which may subsequently be relied upon in court.

Principle 2: In circumstances where a person fnds it necessary to access original data held on a computer or on storage media, that person must be competent to do so and be able to give evidence explaining the relevance and the implications of their actions.

Principle 3: An audit trail or other record of all processes applied to computer-based electronic evidence should be created and preserved. An independent third party should be able to examine those processes and achieve the same result.

Principle 4: The person in charge of the investigation (the case offcer) has overall responsibility for ensuring that the law and these principles are adhered to.

Cosic et al (2011), chain of custody adalah bagian penting dari proses investigasi yang akan menjamin suatu barang bukti dapat diterima dalam proses persidangan. Chain of custody mendokumentasikan hal terkait dengan konsep 5W1H dari pengguna barang bukti pada setiap proses investigasi. Vanstode dalam (cosic & baca 2010) digital integrity (Integritas Digital) adalah sebuah property dimana digital tidak mengalami perubahan oleh pihak yang tidak memiliki wewenang otoritas melakukan perubahan.

Hal penting yang perlu dilakukan investigator untuk melindungi bukti adalah the chain of custody, yaitu pemeliharan barang bukti dengan meminimalisir kerusakan yang diakibatkan karena investigator.

Tujuan dari the chain of custody adalah :

1. Bukti itu benar-benar masih asli/orisinil

2. Pada saat persidangan, bukti masih bisa dikatakan seperti pada saat ditemukan.

Beberapa pertanyaan yang dapat membantu adalah :

1. Siapa yang mengumpulkan bukti ?

2. Bagaimana dan di mana ?

3. Siapa yang memiliki bukti tersebut ?

4. Bagaimana penyimpanan dan pemeliharaan selama penyimpanan bukti itu ?

5. Siapa yang mengambil dari penyimpanan dan mengapa ?

Penerapan konsep digital chain of custody adalah salah satu solusi mengatasi kebutuhan tools untuk mendukung proses investigasi. Konsep digital chain of custody adalah sebuah solusi tool untuk mendukung aktifitas proses investigasi melalui pendekatan evidence Oriented design. Model pengimplementasi (Garfinkel, 2009) melalui kombinasi teknik Kriptografi pada ekstensi AFF (Advance Forensic Format) versi 3 yang dikembangkan sebelumnya sebagai model untuk digital chain of custody. ONTOLOGY secara sederhana dapat dimaknai, Specification Of Conceptualization (kota, 2012).

Ontologies umumnya digunakan pada berbagai domain pengetahuan secara formal merepresentasikan keilmuan dari domain tersebut. Giova (2011), Memodelkan Proses interaksi chain of custody meliputi 5 pelaku yang berbeda 

CoDe = f { fingerprint _of _file, //what 

biometrics_characteristic, //who 

time_stamp, //when 

gps_location, //where 

reason, //why 

set_of_procedures}; //how

Model ontologi yang dikemukakan oleh Cosic (2011) dapat dikembangkan lebih lanjut pada beberapa aspek. Antara lain adalah dengan melakukan sejumlah perluasan terhadap 5 hal yang menjadi dasar dari pembangunan ontologi oleh Cosic (2011), yaitu : Characteristics, Dynamics, Factors, Institutions dan Integrity.

--------------------------------------------------------------

Open-mouthed smile

1 comment :

Post a Comment

Leave A Comment...

STUDY KASUS PENANGANAN INVESTIGASI PEMBUNUHAN


 Study Kasus
Pembunuhan terhadap korban V.VIP (orang asing yang menjabat/ petinggi perusahaan di Indonesia).
Keterangan Korban :
·         Pembunuhan terjadi di rumah
·         Korban Telah berkeluarga
Keterangan Investigasi
·         Dana Investigasi tidak terbatas
·         Alat yang digunakan tidak terbatas
Langkah Investigasi :
Dalam kasus pembunuhan berbagai berbagai motif dapat terkandung di dalamnya seperti motif dendam, motif ekonomi, motif sosial politik, motif keamanan, motif kriminal murni (perampokan). Dalam proses investigasi, investigator menggunakan teknik profiling yaitu salah cara atau teknik investigasi untuk menggambarkan profil pelaku kriminal, dari segi demografi (umur, tinggi, suku), psikologis (motif, kepribadian), modus operandi, dan seting tempat kejadian (scene). Tujuan Criminal profiling adalah membantu aparat penegak hukum dalam memprediksi dan mencari pelaku kriminal sehingga tersangka atau pelaku dengan mudah ditemukan.

Adapun langkah investigasi yaitu :
a.       Persiapan
1. Persiapan
·         Administrasi penyidikan, seperti surat perintah penggeledahan dan surat perintah penyitaan.
·         Kamera digital, digunakan untuk memotret TKP dan barang bukti secara fotografi forensik, yaitu foto umum, menengah dan close up.
·         Peralatan tulis, untuk mencatat antara lain spesifikasi teknis komputer dan keterangan para saksi.
·         Nomor, skala ukur dan label lembaga serta sticker label kosong, digunakan untuk menandai masing-masing barang bukti elektronik yang ditemukan di TKP.
·         Formulir penerimaan barang bukti, digunakan untuk kepentingan chain of custody, yaitu metodologi untuk menjaga keutuhan barang bukti dimulai dari TKP.
b.      Mengamankan TKP (Tempat Kejadian Perkara).
·         Memasang garis polisi.
·         Mengamankan kontaminasi dari lingkungan luar terhadap korban.
c.       Investigasi Pendahuluan
·         Mengambil gambar mayat
·         Mengambil benda-benda yang dapat dijadikan petunjuk dan terutama yang memiliki unsur tidak wajar di TKP (pisau, selongsong peluru, kayu, rokok yang ada di asbak, dll) untuk dianalisa lebih lanjut.
·         Mengambil TKP dari 3 jarak.
d.      Investigasi lanjutan
·         Pemeriksaan terhadap saksi-saksi / keluarga
·         Mencari barang bukti baru
·         Pengemasan korban, yaitu membawa korban dari TKP untuk dilakukan proses Visum et Repertum (VSP) / Otopsi.
·         Melakukan Otopsi korban untuk mengetahui penyebab kematian dan mekanisme kematian, dan juga penemuan bukti melalui pemeriksaan darah, rambut, atau sperma dan keadaannya setelah mengalami kematian, yang dimaksudkan untuk pengungkapan apakah pelaku mengetahui anatomi korban dari potongan-potongan yang telah dilakukan oleh pelaku tersebut.
·         Wawancara sumber-sumber kunci
·         Pemeriksaan data korban seperti tempat tinggal/daerah, dan perilaku, pekerjaan dan rutinitas korban.
e.       Dokumentasi dan penyatuan data
·         Input data yaitu proses pengumpulan data yang dilakukan ditempat kejadian atau di kantor polisi seperti bukti fisik (gambar/foto) tempat kejadian, pemeriksaan tempat kejadian, hasil otopsi, kesaksian, laporan kepolisian.
f.       Pendalaman dan pencarian literatur
·         Penjajakan dokumen-dokumen
·         Melakukan analisis data, yaitu untuk mengetahui jenis, karakteristik, motif kriminal serta melakukan rekonstruksi kejadian jika diperlukan.
·         Menghasilkan profil pelaku kriminal yang meliputi karakteristik personal, prilaku, kepribadian dan tempat kejadian. Profil ini bersifat umum dan general, artinya profil digunakan untuk memprediksi tersangka atau pelaku kriminal.
g.      Pembentukan Hipotesis
·         Hipotesis dibentuk berdasarkan dokumen – dokumen investigasi pendahuluan, investigasi lanjutan, serta pencarian dan pendalaman literatur.
·         Terdapat 4 asumsi yang digunakan dengan proses profiling.
1.      tempat kejadian kriminal merefleksikan kepribadian prilaku kriminal.
2.      Metode operasi yang tinggal akan cenderung sama
3.      Tanda-tanda yang tertinggal akan cenderung sama
4.      Kepribadian pelaku kriminal tidak berubah
·         Ada dua prinsip dasar geographical profiling,
1.      Mayoritas pelaku kriminal melakukan tindakan kriminal dekat dengan tempat tinggalnya.
2.      Mayoritas tempat tinggal pelaku kriminal dapat ditemukan dalam lingkaran antar pelaku kriminal yang terjauh.
h.      Pengusutan dan pengejaran tersangka.

i.        Pembuatan BAP yang nantinya diserahkan kepada kejaksaan.

1 comment :

Post a Comment

Leave A Comment...

ANALISIS HUKUM TERHADAP TAUTAN ILEGAL PELANGGAR HAK INTELEKTUAL DI MESIN PENCARIAN GOOGLE


Google merupakan sebuah perusahaan publik Amerika Serikat, berperan dalam pencarian internet (search engine), Cloud Computingserta teknologi iklan online dan perangkat lunak, namun di masyarakat awam Google lebih dikenal dengan kemampuan nya dalam hal pencarian di internet. Search engine Google telah mengindeks puluhan hingga ratusan miliar halaman website. Tautan miliar halaman web oleh Google menghubungkan jaringan data dan informasi terhadap sumber yang direferensikan nya secara otomatis. Kemungkinan tautan yang tanpa pantauan secara khusus, berpotensi menyediakan dan atau menyebarkan  data-data atau informasi rahasia atau non-publik.
Bertambah nya jumlah indeks yang dimiliki Google memicu berbagai protes dari pemilik data yang menurut mereka merupakan termasuk sumber data hak kekayaan intelektual.  Google telah menerima berbagai kontroversi yang dikaitkan dengan praktik bisnis mereka. contohnya, tujuan Google Book Search adalah untuk memasukkan jutaan buku dan menjadikan nya mudah dicari telah memimpin pada penyalahgunaan hak cipta dengan Authors Guild. Masalah hak cipta lainnya adalah mengenai Gmail di Inggris dan beberapa negara lainnya. Sekarang, di berbagai belahan dunia, dikenal sebagai Google Mail. Kerjasama  Google dengan pemerintah Cina, dan lebih jauh dengan Perancis dan Jerman (setelah penolakan Holocaust) untuk menyaring hasil pencarian berdasarkan hukum dan regulasi daerah yang memimpin kepada klaim penyensoran. Cookie Google dan praktik pengumpulan informasi lainnya telah memimpin kepada masalah mengenai privasi pengguna. Beberapa pemerintah daerah India telah membicarakan masalah mengenai risiko keamanan yang ditampilkan oleh detail gambar yang disediakan oleh Google Earth. Google juga telah dikritik oleh pengiklan karena melakukan klik bayar, ketika seseorang digunakan untuk melakukan pembayaran pada sebuah iklan tanpa memiliki rasa ketertarikan terhadap produk tersebut. Laporan industri tahun 2006 mengklaim bahwa sekitar 14 hingga 20 persen klik merupakan pemaksaan bayar.


Terkait pembajakan musik, sejumlah musisi dan produser musik Inggris seperti Elton John, Lord Lloyd Webber, Simon Cowell, Tinie Tempah, Robert Plant dan Brian May mengirim surat pernyataan kepada sebuah media di UK, Inggris, Telegraph tentang Google yang pantas dipersalahkan jika ada pembajakan Online terhadap musik mereka. Selain kepada Telegraph, musisi-musisi ini juga mengirimkan surat kepada PM Inggris David Cameron. Mereka memohon pemerintah dan sektor swasta untuk berbuat lebih banyak dalam melindungi hak kekayaan intelektual para musisi. Menurut mereka, peran mesin pencari Google harus dipertanyakan ketika memberikan orang akses ke salinan ilegal. Selain itu, Google harus nya melindungi konsumen dan pencipta musik dari situs ilegal. 

Unduh Dokumen lengkap diSINI (MediaFire)

No comments :

Post a Comment

Leave A Comment...

CRIMINALISTICS

Criminalistics adalah subdivisi dari ilmu forensik yang menganalisa dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan bukti-bukti biologis, bukti jejak, bukti cetakan (seperti sidik jari, jejak sepatu, dan jejak ban mobil), controlled substances (zat-zat kimia yang dilarang oleh pemerintah karena bisa menimbulkan potensi penyalahgunaan atau ketagihan), ilmu balistik (pemeriksaan senjata api) dan bukti-bukti lainnya yang ditemukan pada TKP. Biasanya, bukti-bukti tersebut diproses didalam sebuah laboratorium (crime lab).
Criminalistics dalam tulisan berbahasa indonesia biasa ditulis dengan “kriminalistik” atau arti dalam kamus bahasa inggris adalah “Ilmu Hukum Pidana”, memiliki berbagai pengertian, : menurut : thefreedictionary.com adalah “the science that develops a system of special procedures, methods, and means for collecting, studying, and evaluating legal evidence used in criminal proceedings for the purpose of preventing, exposing, or investigating crimes. These procedures and methods are also used in the judicial consideration of criminal and sometimes civil cases.”
Ilmu yang mengembangkan sistem prosedur khusus, metode, dan sarana untuk mengumpulkan, mempelajari, dan mengevaluasi bukti hukum yang digunakan dalam proses pidana untuk tujuan mencegah, mengungkap, atau menyelidiki kejahatan. Prosedur dan metode yang juga digunakan dalam pertimbangan hukum kasus pidana dan kadang-kadang sipil.
Atau
the scientific evaluation of physical evidence in criminal cases. (evaluasi ilmiah bukti fisik dalam kasus pidana.)
Prof. Dr. W.M.E. Noach, Ilmu pengetahuan yang mempelajari kejahatan sebagai masalah tehnik sebagai alat untuk mengadakan penyidikan kejahatan secara teknis dengan menggunakan ilmu-ilmu lain.
R.Dedeng Suriasa memberikan batasan tentang kriminalistik sebagai berikut Kriminalistik yaitu suatu pengetahuan yang berusaha untuk menyelidiki atau mengusut kejahatan dalam arti seluas-luasnya , berdasarkan barang bukti dan keterangan-keterangan dengan mempergunakan hasil yang diketemukan oleh ilmu pengetahuan lainnya.
Hubungan Kriminalistik dengan ilmu lainnya
Pada diagram venn diatasterlihat bahwa kriminalistik merupakan keilmuan yang menggabungakan atau menggunakan beberapa keilmuan seperti Hukum acara pidana, Forensik, Ilmu Sosial, Ilmu Alam.
Landasan Hukum Kriminalistik
Dikarenakan inti dari ilmu pengetahuan kriminalistik ini adalah guna membuat terang suatu kejahatan maka perlu memiliki suatu dasar hukum yang sah.
Pasal 106 – 136 KUHAP
Asas-asas dalam KUHAP guna membuat terang suatu perkara:
1. Presumtion of Innocent
2. Equality before the law
3. Penindakan hanya sah apabila ada perintah tertulis
KRIMINOLOGI



Kata KRIMINOLOGI pertama kali dikemukakan oleh P. Topinard (1830-1911), seorang ahli antropologi Perancis. Kriminologi terdiri dari dua suku kata yakni kata “crime” yang berarti kejahatan dan “logos” yang berarti ilmu pengetahuan, maka kriminologi dapat berarti ilmu tentang kejahatan.
P. Topinard (Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, 2001: 5), mendefinisikan “Kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya (kriminologis teoritis atau kriminologis murni). Kriminologis teoritis adalah ilmu pengetahuan yang berdasarkan pengalaman, yang seperti ilmu pengetahuan lainnya yang sejenis, memperhatikan gejala-gejala yang mencoba menyelidiki sebab-sebab dari gejala tersebut dengan cara-cara yang ada padanya.”
Dalam KBBI kriminologi memiliki arti, yaitu ilmu pengetahuan tentang kejahatan dan tindak pidana.
Menurut situs resmi Department of Criminology-University of Pennsylvania kriminologi mempunyai pengertian Criminology is the scientific study of the causes and prevention of criminal behavior, informed by normative, legal and philosophical perspectives on scientifically established facts.
Kriminologi adalah studi ilmiah tentang penyebab dan pencegahan perilaku kriminal, diinformasikan oleh normatif, perspektif hukum dan filosofis fakta ilmiah didirikan.
Dari beberapa sumber yang diperoleh penulis, tidak ada kesatuan pendapat mengenai apa definisi kriminologi tersebut karena masing-masing definisi tersebut dipengaruhi oleh ruang lingkup bahan yang yang dicakup didalam kriminologi.
Ruang lingkup kriminologi Menurut Sutherland, terbagi atas tiga bagian, yaitu
Sociology of Low (sosiologi hukum) mencari secara analisa ilmiah kondisi-kondisi terjadinya atau terbentuknya hukum,
Etiologi kriminil, mencari secara analisa ilmiah sebab-sebab daripada kejahatan serta ,
Penologi ilmu pengetahuan tentang terjadinya atau berkembangnya hukuman, artinya dan manfaatnya berhubungan dengan “control of crime”.



KAITAN CRIMINALISTICS DAN KRIMINOLOGI TERHADAP FORENSIKA DIGITAL
Forensika digital merupakan salah satu keilmuan dari bidang forensik. Forensika Digital memiliki pengertian
Pengumpulan dan analisa data dari berbagai sumber daya komputer, mencakup : sistem komputer, jaringan, komputer dan juga berbagai media penyimpanan yang dikatakan layak untuk diajukan dalam sidang pengadilan
Salah satu metode pengumpulan barang bukti dari sistem komputer dan semua media penyimpanannya yang dapat dikemukakan dalam persidangan dalam bentuk yang jelas dan dapat dimengerti
Proses mempertahankan, identifikasi, menafsirkan dan mendokumentasikan bukti-bukti komputer guna melengkapi persyaratan barang bukti, prosedur resmi, melaporkan informasi yang ditemukan serta menyediakan pandangan ahli dalam persidangan
Sehingga jika kita kaitkan antara Criminalistic dan Kriminologi dengan Forensika Digital maka dapat dikatakan Forensika Digital merupakan proses dukungan untuk mendapatkan data-data (keterangan) pendukung atas suatu kasus yang sedang diselidiki atau dipelajari.
Blogger Labels: CRIMINALISTICS,substances,Biasanya,crime,Ilmu,Hukum,Pidana,science,system,procedures,proceedings,purpose,crimes,Prosedur,Atau,evaluation,Prof,Noach,Dedeng,Suriasa,Kriminalistik,Hubungan,Pada,diagram,Forensik,Sosial,Alam,Landasan,Dikarenakan,Pasal,KUHAP,Asas,Presumtion,Innocent,Penindakan,KRIMINOLOGI,Kata,Topinard,Perancis,logos,Topo,Santoso,Achjani,Zulfa,Kriminologis,Dalam,KBBI,Menurut,Department,Criminology,Pennsylvania,prevention,behavior,Dari,Ruang,Sutherland,Sociology,Etiologi,Penologi,KAITAN,TERHADAP,FORENSIKA,DIGITAL,Pengumpulan,data,media,Salah,Proses,Sehingga,Criminalistic,adalah,yang,pertanyaan,dengan,bukti,jejak,seperti,oleh,karena,lainnya,ditemukan,tersebut,didalam,arti,memiliki,berbagai,pengertian,sistem,metode,untuk,mempelajari,digunakan,menyelidiki,kejahatan,juga,kasus,kadang,ilmiah,pengetahuan,sebagai,secara,menggunakan,tentang,yaitu,suatu,seluas,luasnya,berdasarkan,barang,keterangan,merupakan,keilmuan,beberapa,guna,membuat,terang,maka,dikemukakan,ahli,berarti,dapat,gejala,teoritis,sebab,cara,resmi,sumber,definisi,lingkup,atas,mencari,analisa,kondisi,terjadinya,serta,satu,komputer,dikatakan,persidangan

No comments :

Post a Comment

Leave A Comment...

ETIKA DAN PROFESIONALISME SAKSI AHLI


Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) telah mengatur terkait alat bukti yang sah sebagai mana yang termaktub dalam pasal 184 ayat (1) yaitu: keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa1[1]. Dalam konteks hukum pembuktian, bukti minimum adalah salah satu parameter pembuktian yang diperlukan untuk mengikat kebebasan hakim yang jika merujuk KUHAP, minimum dibutuhkan dua alat bukti[2]. Ditinjau dari perspektif  sistem peradilan pidana, perihal pembuktian merupakan hal yang sangat determinan bagi setiap pihak yang terlibat secara langsung dalam proses pemeriksaan perkara pidana, khususnya dalam hal menilai terbukti atau tidak terbuktinya kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa.
Mengerucut kehadiran keilmuan Forensik yang menangani investigasi pembuktian diberbagai hal keilmuan dan hubungannya terhadap KUHAP pasal 184 ayat (1) yaitu, keilmuan forensik bukan menambah alat bukti baru, melainkan sebagai bukti petunjuk. Sebagaimana dijelaskan dalam pasal 188 ayat (1) Petunjuk merupakan, perbuatan kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya[3] .
Penggunaan alat bukti investigasi dan peran ahli tentu merupakan salah satu sumber pembuktian di dalam peradilan. Selain saksi konvensional sebagai mana yang diatur dalam KUHP pasal 1 butir 26 tentu diperlukan juga keterangan ahli dalam hal pembuktian di pengadilan[4]. Dalam pasal 186 KUHAP menyatakan bahwa keterangan seorang ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan dan ketentuan nya terdapat pada KUHAP pasal 1 butir 28.




[1] Lihat, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Pasal.184 ayat (1)
[2] s.d.a, Pasal. 183
[3] s.d.a, Pasal 188
[4] s.d.a, Pasal 1 butir 26

Unduh Dokumen lengkap diSINI (MediaFire)

No comments :

Post a Comment

Leave A Comment...